1

menangkap cahaya

Lebih tepat kukatakan sebagai rindu, menuju kontrak seumur hidup
mengenalkanmu pada puncak gunung dan suara hujan
hingga yang disampingku adalah kamu yang menghitung asteroid
berlintasan diatas kepala dan bercahaya
tak ada harapan yang terbaik terucap,
karena segalanya ada disini, di atas 1981 mdpl
diantara langit dan cahaya kota yang jernih, aku tak bisa membedakan.

Abah

Bagaimana aku bisa berpikir sedangkan bapak di belakangku tak.mau diam.. Bukan karena ia terus berbicara tentang asam garam kehidupan dan masa kejayaan dia yang telah usai, tapi karena ia terus bergerak kesana kemari.. Tak.mungkin aku.protes pada juara yang satu ini, juara dalam hidupku yg kini membuatku harus menjaga keseimbangan agar tak terjatuh dari motor kecilku. Ya hari ini langit membentuk peta jelaga.. Mengarahkan masa kecil yg terbungkus keringat dia.. Konon bapak mengajak berkunjung ke toko buku semenjak 27 tahun aku dititipkan kepadanya, ini yang pertama. bukan masalah siapa yang membayar siapa, ini tak berarti. namun hujan semakin mengentalkan suasana. aku terharu. dialah yang selama ini menopang hidupku, mahluk tambun yang biasanya jarang bicara, bahkan ketika aku berada di rumah, nonton bola atau makan malam bersama, kami jarang berbicara. aku tak tau alasan itu apa harus diungkapkan, meski aku tak tau apa. mungkin itu cara dia mendidik anak-anaknya yang beranjak mimpi basah. terakhir kali adalah 1993, sang juara mengajak anak bungsunya yang bernama aku bertamasya, hari itulah pertama kalinya aku melihat tuhan menumpahkan air yang banyak,  laut namanya, dan aku berada di bibir pantai yang perawan, dari kaki samudra beach hotel. mungkin waktu itu aku terlalu dini untuk tertegun merasakan pasir bergerak diantara sella-sela kakiku, tapi hari ini aku nyawa bapak ada di kendaliku, keseimbangan adalah penentu nasib, karena aku terlalu kurus untuk membonceng sang juara yang besar ukurannya. bagaimanapun aku harus rela jas hujan satu2 nya dia yang pakai, kurang ajar betul bila aku tetap kering sementara dia yang kuyup, tidak. cukup sudah pengorbanan dia. apa itu palasari? sebuah surga bagi para kutu buku, tempat mangkalnya kaum berkacamata tebal seperti bung irfan, pilihan ekonomis dan masuk akal untuk mendapatkan harga murah bagi bung joni, atau mungkin kenangan yang terjaga untuk bung ronald, semua saudara2 ku tadi punya ceritanya sendiri. dan buatku adalah lokasi terjauh yang akan aku pijak saat ini, setidaknya disana bisa aku lihat segaris senyum dari bapak, melihat bejibun literasi sampai dia harus mengencangkan ikat pinggang agar lolos dari labirin kata-kata. mencari kitab yang dia cari selama ini. baiklah bagaimapun bapak adalah bapak saya, mengerti dengan kondisi finansial anaknya, meski aku terang2an agar membeli apa saja yang dia mau, aku tak peduli. hujan semakin deras dan lima kitab tebal telah berhasil di bungkus. aku menunggu kedua hal itu berhenti secara perlahan. sekali lagi misi kemanusiaan episode kedua dimulai, diantara air yang tumpah dari langit dan sang juara yang tak mau diam duduk di belakang. namun sekarang lebih berbeda, karena bagaimanapun ini yang kunantikan, keluar bersama sang juara. roti bakar selepas hujan, mengembalikan masa lalunya untuk sementara, padanya yang dulu adalah pegawai negeri sipil berbaju hijau tua dan gagah sedang menunggu roti bakarnya selesai di bungkus, 1965. dan waktu berhenti pada sebuah kios roti di kosambi. bercerita tentang seperti apa dia dulu disini seperti memutar film bisu tanpa warna dalam lintasan kepala, tak perlu kuragukan tentang apa yang pernah dia lalui agar aku bisa seperti ini sekarang, tugas dia telah selesai, anak2nya satu persatu tumbuh dan dewasa. aku yang terakhir, tak bisa kurelakan dia berkeringat lagi, karena sekarang dan nanti ada aku yang mengangkat derajatnya, karena ada aku yang nanti mencium kakinya ketika kusampaikan dia dihadapan ka'bah kelak.. (continue...)
1

preambule, perempuan 1

14:11 06/04/2012


 waktu yang tidak tepat untuk menulis, selepas sholat jumat.


kali ini tak ada unsur waktu yang ku garis bawahi, bosan rasanya mendakwa jarum jam sebagai tersangka utama stagnasi hidup. ataupun hujan yang tetap saja membawa segumpal intuisi dalam kubangan air kopi. rasanya cukup sulit juga men cap tuhan sebagai biang kerok pergeseran, manusia manusia yang berteriak ataupun berdoa ketika harga bahan bakar saja yang di mark up. terlepas dari itu semua, seorang kawan ternyata masi ingat tentang alur percintaanku dengan buku, dia mengabarkan partikel segera meledak, mungkin bosan aku terus membombardir dia dengan pertanyaan kapan terbit bung? iraha kaluar ceng? dan lain sebagainya. mungkuin tautan yang dia tulis di jejaring sosial cukup mengurangi beban dia sebagi presiden. ah lupakan dia, aku tak ingin bahas masalah itu.
kimia jiwa selalu saja membawa daya tarik tersendiri, tak bisa kau samakan ketika nomer togelmu tembus empat angka, dia seperti hal yang paling rumit untuk dipahami manusia kelas kucing kurap macamku, pernah sekali bung irfan kirim pesan (saya sangat yakin itu sms gratisan), "menurut bung perempuan itu apa?" aku tertegun, bagaimana bisa aku membuat karya seni luhur tentang perempuan tanpa tau apa itu mahluk itu, hingga saat pada satu kesimpulan, kubalas pesan dia : "perempuan adalah ilmu pengetahuan bung". betapa berisiknya aku di ruang perpustakaan kota membaca beratus lembar halaman yang menjelaskan masalah itu, tetap saja aku kena tendang pak satpam

sampai saat pengetahuan itu datang kepadaku, tentang bagaimana rasanya mengingat kurva senyum dari perempuan yang sederhana, bagimana tuhan menunjukkan keagunganNya kembali dalam pikiranku, perempuan wangi hujan yang telah lancang memasuki alam bawah sadarku dengan mudahnya, aku mengurai halaman dari tempat dimana aku berbaring
menutup telinga dan hanya suaramu yang terdengar jelas
meski langit-langit runtuh sekalipun
untukmu aku menjaga mimpiku..
#kenapa jadi melow gini?
0

biji kopi

hanya saja yang tertinggal adalah setengah tiang bendera, atau bendera kuning yang terbuat dari kertas pembungkus wajit, lalu waktu menjadi penguasa perempatan jalan, di ujung gang itu dia menghentikan putarannya untuk bertamu ke sebuah warung kopi, kenapa harus warung kopi bung?  ah tak usah di bahas, itu cerita lama kaum pejalan jauh, yang jelas siang itu aku tersedak ampas kopi dan mati di sana, siapapun tak ada yang pernah bermimpi meregang nyawa di tempat seperti itu, dengan cara seperti itu dan dengan keaadaan seperti itu, tragis atau mati konyol. padahal siang tadi baru saja ku menang tender pembangunan komplek pemakaman elite, lihat saja nilai kontraknya bung, kau pasti tak mengira nominal itu adalah cucu-cicit dari pancakaki mata uang yang mengembang, dari tangan ke tangan neracanya bertambah berat, seberat proposal yg sempat ditumpahi kopi panas, bagaimana bisa aku akan membangun perkampungan terakhir para manusia berpangkat dan punya kedudukan tinggi, koruptor pun boleh mati didalamnya jika mau dan membusuk, macam diego hills, orang kampung gak boleh dikubur disini dengan alasan mencemari lingkungan sosial para hantu di kawasan ini, paling-paling jadi pocong, genderewo, kuntilanak dan hantu2 kampungan lainnya, ya di bedakanlaahh, hanya hantu berdasi yang boleh berkeliaran disini, macam drakula atau vampire berparas seperti edward cullen. apa kata pemerintah? excellent, tujuannya untuk menambah daya tarik parawisata negeri ini, sungguh ironis. apapun bisa jadi alasan demi pungli yang sudah menjadi budaya. lantas aku? apaboleh buat bung, tiga tahun jadi kuli pabrik rokok tak meredakan mesin ekonomi untuk berpihak kepadaku, apapun ku kerjakan, yang penting halal. dari bisnis bekicot sampai bartender kelas kupu-kupu kujalani. dan sekarang setelah hampir lunas semua utang-piutang dan tunggakan listrik, ada yang memberi celah selepas pulang dari jumatan dan bertemu kawanan baju hitam berkabung, mereka kelimpungan mencari dimana yang meninggal harus dikebumikan, pihak keluarga enggan menguburkan di komplek pemakaman kampung, alasanya yang mati pejabat penting, dan tidak boleh disatukan bersama mayat para jongos, biar setelah mati masih ada yang nyembah kukira. alasan, kenapa kesombongan masih saja terlalu besar dari tuhan bagi mereka, mungkin yang mati masih butuh fasilitas macam condominium. itu yang menjadi urusanku sekarang, di dalam komplek pemakaman nanti ada cafetaria, hotspot sampai oleh2 dan souvenir cantik, jadi semua hantu pejabat bisa tinggal enak disana, dari TV cable sampai air conditioner kumasukan dalam anggaran belanja. siapa yang goblok ya? peduli amat. yang penting tender sudah ditangan, bung mau apa? kubayangkan ongkos naik haji emak di kampung sudah diujung ubun-2, mang dadang kegirangan karena utang2 makanku di warung nasinya selama 3 bulan lunas, listrik menyala kembali di rumah, dan dapur ngebul sampai asapnya berkobar-kobar ke seantero kampung, ahh hidup seaakan lebih ringan setelah ini, sampai angan-angan itu terbentur di sebuah warung kopi bi imah di ujung gang itu, duduk di bangku kayu berpaku patah dan memesan segelas kopi kental tanpa gula, memang aku tak pernah mengaduk kopi yg telah di seduh itu, suhunya harus 82 derajat celcius dan tak boleh digoyang-goyangkan, wanginya lebih harum dari perempuan hujan tadi siang, sore yang sangat sempurna bersama debu pikiran yang menguap, aku terus membayangkan nilai nominal dalam kontrak, tanpa sadar gelas kaca yang sedikit retak itu telah menjadi katalisator buat lautan kopi di dalamnya, kopi telah dingin dengan cepat, aku terperanjat, bau octan yang terbakar dari knalpot vespa yang lewat menjentikan syaraf2 motorikku untuk menenggak cairan hitam itu, aku kehilangan kendali dan tersedak biji kopi, sekonyong2 ku berentok, mencekik leherku sampai  mati. bagaimana aku memiliki kehilangan atas perbedaan antara orang kaya dan melarat, yang selangkah lagi bisa kuteruskan lewat kartupos ke tangan emakku di kampung. sekarang aku hanya bisa duduk disini, bergelantungan di atas pohon, memandang jauh kedalam tembok raksasa komplek pemakaman elite,  seseorang mencuri proposalku ketika dulu aku ramai-ramai dibopong warga untuk di otopsi, kini bangunan itu telah berdiri megah, orang-orang ramai mengantar keluarga mereka yang kadaluwarsa, hampir tiap hari ada yang mati dan dikubur disana, bahkan ada yang minta di pindahkan kuburannya, biasanya orang2 penting termasuk expatriat, digerbang itu ada selogan "enjoy obituary jakarta", namanya sama seperti yang ada diproposalku " pluchadelict hills". jangan tanya diamana aku dikuburkan bung, tepat di belakang benteng di samping pohon lengkeng, sungguh ironis. memiliki kehilangan seperti mengiris waktu didalam kertas bergambar mata uang dengan wangi bawang, aku bisa merasakan hantu-hantu disana merasa diperlakukan istimewa oleh dunia, tapi tetap saja mereka tak bisa menyogok para malaikat kubur dengan apa yang mereka dapatkan, merekapun memiliki kehilangan..
0

kaum rig 1

 Lalu ketika pagi kamu berbicara ini itu dengan suara yang pelan. berkali-kali mengucapkan kata yang sama dua atau tiga kali dalam sepersekian menit, " km gk kan nyangka klo aku ceritakan tentang ini, bahkan untuk sekelas manusia yang paling kita hormati disini". ahh itu cerita yang klasik, aku hanya sedikit terkejut atas berita yang kamu dapatkan tadi malam. entah terdengar baik atau tidak setelah kamu berhasil membongkar kotak merah ini. sistem yang mengintimidasi saya kira. karena kamu mulai goyah atas apa yang terjadi. aku bisa menebaknya. dan kamu menyadarinya.ini adalah tuntutan, kamu tidak bisa menyalahkan tuhan tentang ini. tentang suasana, tentang jalur keringat, topi merah, sistem kekeluargaan dan menjadi minoritas. lalu apa yang akan kamu lakukan tentang ini? kamu berada di batas saturasi kawan. sadar kita bukanlah type manusia yang betah berada di zona aman. kita adalah tantangan yang tegak lurus. km telah berhasil melakukanya. bertemu dengan orang-orang yang berbeda dari berbagai negara adalah hal yang baru dan telah menjadi biasa bagi kita. mereka dengan segala pengalaman hidupnya adalah orang2 hebat, begitu juga kita. lihat pak djoko, kita gak menyangka dia pernah hidup di benua hitam, dan membuat kamu semangat berbicara dengan bahasa portugis. ahh lupakan saja orang venezuela itu, saya tau apa yang ada di balik otak mu, tentang pikiran orang2 kn? enjoy aja. itu bukan hal penting yang harus kita bahas sekarang.

bagaimanapun tuhan tau apa yang kita butuhkan, hidup seperti permainan angry birds, smakin tinggi level semakin susah. ini adalh ladang rezeki kita kawan, apa yang menghalangi kita untuk menyeimbangkan kedua dunia. system, jalur keringat, waktu dan lapangan matahari bukanlah alasan untuk berhenti mentengadahkan tangan. this is just an examination, segalanya akan menjadi mudah semudah kamu mengerjakan redbook orang2. apa yang lebih penting ketika alam semesta saja bersujud di hadapa Nya? kita hanya sebagian nano product di muka bumi, bagaimana bisa kita membuat kesombongan lebih besar daripada tuhan. aku jg sadar, islam kita masih berantakan, ibadah masih dalam level kewajiban, bukan kebutuhan, dan itu salah. lalu apa yang kamu terima jika terlalu cepat melarikan diri atas apa yang kamu perjuangkan?

JELAGA PAGI

ada yang membagi pikiran menjadi bercabang rangkaian keputusan hidup. aku terbangun dalam keadaan mati suri, jasad terbujur kaku dalam selimut, sementara aku terjebak dalam gelas kaca dan naskah tentang keterlambatan yang tak bisa aku lawan. bagaimana caranya aku berbalik arah dan memutar sketsa, sementara waktu terus menggerogoti tanpa ampun. yang tersisa hanya sekotak semangat untuk mengakhiri episode terakhir. memenggal waktu. kamu bisa mencium aroma roti panggang dari atas sini, dari atas tumpukan literasi, dari halaman halaman intisari hidup orang2 yang membuang waktu dan membungkus matahari dengan mata uang, asapnya mungkin tak terlihat ketika ia merangkak memecahkan kaca jendela, tapi wanginya telah sukses mengintimidasi jaringan saraf otak dan memprovokasi cacing dalam perut. aku tak berdaya. ini hari kedua, seharusnya aku berada di atas kapar pesiar, memakai celana pendek motif bunga dan bertelanjang dada, duduk manis diantara gelombang laut dan menyeringai, kupikir kacamata ini terlalu besar, hanya jus tropica yang sedikit tumpah di tangan kiriku. ah suara perut itu kembali membenturkan angan-anganku di dinding yang keras. kenyataan aku masi disini, mengendus jejak-jejak mimpi buruk malam tadi, aku di hantam badai timur yang membawa seperangkat alat demokrasi dalam media, dikhianati kerangka utama burung pembawa sejarah dan tenggelam dalam berita.
kuangkat kepala dan membekukan jarum jam di angka 6.18, bumi masi gelap dan aku masih bisa mencongkel keluar bola mataku dan menjentikkan api. kusulut engkau dengan segala kerendahan hati, kuhormati semua sifatmu yang selalu diam dan selalu mendengar omelanku setiap saat, mungkin hanya kau yang kusebut malaikat pembawa pikiran melalui asap dan mengambang, tuhan 9 cm. tak ada kemewahan pagi ini, satu-satunya yang bisa kuterima hanya secangkir kopi dingin sisa malam tadi, selamat tinggal semut hitam, seharusnya tak perlu begini jika kau masi bisa menerima kehadiranku dan berbagi, pembantaian ini jangan kau anggap perang, aku hanya menjalankan hukum alam, silahkan kalian keluar dari kopiku atau terbakar dengan puntung rokokku..
Norah jones mengetuk pintu kesadaranku lewat jazz yang dulu sangat kuhindari, kuruntuhkan kamar dengan teriakan2 kecil dalam hati dan berjalan, dan memanjat dan terduduk diatap. dunia kulepaskan kembali setelah ku persempit dalam ukuran 3X4 m,
Betapa tuhan telah dengan sengaja menghidangkan panorama yang menakjubkan di depan batang hidungku pagi ini, aku bersatu bersama partikel yang terbawa angin dan terhisap.
0

800 km to heaven

800 km to heaven (jalur darat)


jika kamu pernah mengecap pendidikan bangku sekolah dasar mungkin kamu ingat dengan tugas mengarang bahasa indonesia, sepulang kau liburan caturwulan atau kenaikan kelas sang guru yang

biasanya berjenis kelamin perempuan menyuruh kamu untuk menulis pengalaman selama kamu terlepas dari beban pelajaran dan bersenang-senang, mengunjungi kakek di desa atau pergi ke kebun

binatang melihat jerapah berkaki empat dan berleher panjang. ahh masa lalu itu hanya bagian kecil yang perlu kita iris dan sajikan bersama mie instant..
begitupun kali ini ketika intuisi terperangkap kamar mandi dan menguap, aku tak mampu menuangkan bahasa kedalam gelas kaca. hingga waktu membuatkan satu bagian kertas kosong diatas tempat

tidurku yg kumuh.

itu aku yag sedang menunggu hujan cahaya di pintu masuk semesta yang perawan. yang kau abadikan dengan menangkap bayangan dalam bentuk digital diantara retakan-retakan pagi yang terkelupas.

butuh waktu 26 jam untuk seperti ini.

malam yang sangat biasa setelah 21 hari berada di jalur keringat. dan juragan hanya memberiku 5 hari untuk bernapas, tanpa perlu bangun pagi dan menghadiri serangkaian meeting yang menjemukkan, itu

dia kawanku datang membawa kuaci, semacam ritual wajib untuk kita bersenda gurau dan membunuh waktu. risma namanya, tak perlu kujelaskan bentuk dan rupanya, yang jelas dia satu diantara satu

milyar dua puluh tiga kaum hawa yang ada di permukaan bumi. kawan seangkatan, produk kota bandung juga.. begini keadaannya, sangat jarang sekali kami memiliki waktu yang sama untuk berada di luar

kota ini. sangat sederhana kami memutuskan untuk pergi melancong, antara banjarmasin dan tarakan. sepakat untuk menyuruh kawan kami billvan yang seangkatan juga untuk googling kedua tempat itu di

dunia maya, dan oke, berau, pulau derawan jadi simpul mati arah.

yah itu dia, banyak sekali pertimbangan bagaimana kita menuju kesana, jalur darat, laut atau udara, asalkan tak membuat 3355 hanya sekedar notifikasi bulan ini. jangan sampai sama dengan kita pulang

ke pulau jawa dan bercengkrama dengan tanah kelahiran, melihat puncak manglayang di belakang rumah dan memperhatikan perempuan putih abu dari balik atap. padahal mbah google sudah sangat

terbuka menjawab semua tentang pertanyaan kami, tentang jalan, tentang peta dan tentang merogoh kantong dalam-dalam, namun smua menjadi sia-sia, kami telah menghianati Larry Page dan Sergey

Brin, dengan satu hal yang kami sebut dengan ide bodoh abad ini, menyewa mobil sampai kami putus asa dan kembali lagi. baiklah kita bagi tugas besok pagi, sekarang waktunya membenamkan diri dalam

lautan malam dan tertidur.

oh itu yang di sebut pagi begitu cepat datang sebelum sempat kutinggalkan, aku terbangun dengan kondisi kamar yang mengenaskan, siapapun enggan hidup didalamnya, ini lebih memalukan daripada

gagal audisi penyanyi pop, aku lebih baik terus-terusan bekerja menjadi kuli daripada menyaksikan pemandangan di sekitarku. tak ada waktu menyesali hidup bung, kami harus bergerak mencari mobil

sewaan, mencari perbekalan dan mencari peta. baiklah sekarang sudah hampir siang, mobil sejuta umat sudah di depan kamar, macam kena gusur saja kita, menyeret-nyeret tas dan menjejalkannya

kedalam kotak besi berjalan itu, sunggu sangat merah marun. perjalanan di mulai.

jika tuan sedang memperhatikan kami yang merasa muda berada dalam kotak besi merah marun berjalan memotong peta, maka niscaya tuan akan mematahkan daun pintu dan melemparkannya ke arah

kami, agar semangat kami luluh oleh panjangnya perjalanan yang akan di tempuh, Maka tuhan yang maha jagoan akan memberi soal dalam kertas ujian yang berisi : bagaimana caranya melewati kubangan

lumpur dengan kendaraan 2wd? bagaimana caranya menahan kantuk selama 24 jam tanpa berhenti buang air dan makan? bagaimana caranya agar kendaraan kami tidak berada di dalam jurang? dan

bagaimana kita melewati gelap malam dengan bahan bakar tinggal setetes? kami tidak tau jawaban nya, tapi kami berhasil melewatinya.

maka kami telah tiba di jalan KM, lalu itu sungai mahakam, samarinda tempatnya, sedikit lagi lempake sebelum bontang dan sangata. setelah itu wahau yang mengerikan, lalu berau yang sangat rapih dan

itu dia tanjung batu berada 800 km dari balikpapan tempat kemarin pagi aku mengupas hidup dalam spektrum yang berantakan. lalu menyebrangi selat dan itu dia pulau impian kami, derawan yang

perawan. sepanjang 30 menit di atas air tak henti2nya kami menampar diri sendiri dan meludahkan mata kesetiap sudut landscape, bagaimana tidak, setelah putus asa karena jalan kami terhalang truck

yang terjerembap di lumpur wahao, ini adalah hadiah atas rasa penasaran kami selama 26 jam.. kau tau bung, aku bisa melihat ikan dan terumbu karang dengan telanjang mata dari atas sini, dari atas

speedboat.. teruslah mencari batas antara air dan langit yang takan pernah kau temukan, hanya bergumpal awan putih yang membedakan keduanya. itu dia dermaga hotel, sangat exlusive seperti jalan

menuju literasi kebesaran Nya. sepanjang 100 meter yg menjernihkan pikiran, saat kuinjak pasir itu, kulupakan segalanya tentang kantung keringat dan mata uang dalam lingkaran ekonomi kaum rig. aku

hanya ingin menikmati sore ini dengan sedikit cahaya yang tersisa di ujung sana. perlahan gelap mengusir keindahan itu dan menggantinya dengan yang lain, tak ingin ku tertidur, begitu ku tak bisa mencari

batas bumi dan langit diantara malam untuk kedua kalinya, waktu yang tak tepat untuk membuat puisi merah jambu.. meski langit menyisakan kotoran cahaya di pelatarannya yang agung, bintang telah

mengambil alih langit dengan sikapnya membentuk rasi, dan aku mulai tertidur lelap.

pemandangan yg berbeda saat bumi menunjukkan identitasny lewat hujan kecil di pagi hari, meski langit tetap berwarna biru dan pasir itu masih putih. aku berlari mendahului muadzin di surau itu.

menunggu matahari merangkak.

kami sepenuhnya sadar bung, pengetahuan kami masih dangkal meski kamera sekelas DSLR, tapi apa yang kami tangkap cukup menjadi bukti bahwa kami pernah menampakkan diri di tempat itu, sebuah

pulau kecil berukuran 1000 x 1500 m, hanya butuh waktu satu jam untuk mengelilinginya. ini adalah smallcity, ada struktur organisasi dan pemerintahan dengan peralatan sosial yg lengkap, sekolah,

warung, majelis taklim, hotel, homestay, tower pemancar, puskesmas, pembangkit listrik hybrid, sampai militer. mungkin hanya manusia perokoklah satu-satunya sumber polusi disini. dan semua yang kau

lihat adalah gambar yang sama ketika kau melihat gambar kalender dan majalah, dan ini nyata, di hadapanmu, bisa kau sentuh, bisa kau rasakan. waktu kami hanya 6 jam untuk mentafakuri peristiwa ini,

banyak hal yang ada di otak kami sebagai rencana, diving, snorkling, kuliner, hotspot photograph dan mandi matahari. namun hanya snorklinglah yang paling masuk akal dengan keterbatasan itu. baiklah

kami nyebur duluan dengan alat sewaan seharga 50 rb, tak perlu jauh-jauh dan tenggelam kehabisan nafas untuk sekedar menikmati alam bawah laut dan berenang bersama para penyu besar dan ikan-ikan

 berwarna. cuma satu saranku bung, jangan pernah membawa kunci hotel ke dalam laut seperti apa yang dilakukan kawan kami, biar kita tak kehabisan waktu dengan menggu pihak hotel membongkar kunci

kamar, atau nekat mencari benda sekecil itu di tengah lautan, ya seperti apa yang dilakukan kawan kami jg.

betapa waktu menjadi musuh besar kami disana, jika kami berjalan, maka ia berlari memutar hari tanpa peduli, saatnya kami melarikan diri dari buaian ketakjuban atau terjebak bersama peraturan tempat

kerja yg menghakimi. kulihat perlahan tentang prosa pulau itu, kami sangat mencintai negara ini atas segala yg ia punya. langit masih biru dan laut tetaplah jernih, suatu saat kami pasti kembali lagi.

(tanjung batu-berau-batu ampar, sp1, tenggarong, samarinda, balikpapan- kamar- tidur)

 
Copyright © kakilangit