kedatangan muhidin

dan pada akhirnya jarum jam tegak lurus membentuk sudut 90 derajat pada pagi yg tawar. keletakkan seperangkat alat keras dan isinya pada lantai kedua, chinup copeland mengudara untuk pertamakali, kuluruskan dengan asap dan secangkir kopi seadanya, meski sudah seminggu dua indera kemanusiaanku tak berfungsi...puncak manglayang tampak tak senang melihatku seperti orang yang malas, kepalanya ia kaburkan di balik embun sisa tadi subuh, mataharipun berkoalisi dengan dia rupanya. tapi aku tak peduli, hanya karena tak ingin bercengkrama dengan udara yang membekukan darah, aku sengaja membuka mata lebih siang dari biasanya, bergerak memanjat tangga telanjang kaki, tanpa baju, tanpa handuk.tangga istimewa menuju kantung literasi, mini arsenal, atau lebih tepatnya gudang peluru (setidaknya para militan republik bulubabi menyebutnya seperti itu), meski tak bisa di bandingkan dengan penguasa gudang peluru jakarta, sektor depok bahkan dengan topi bundar sekalipun, sebuah ruang tanpa identitas, tanpa pengaturan yang memenuhi estetika tanpa art deco. tanpa peluru yang yang bertumpuk. meski tak ada yang berkarat sekalipun.. sebuah tulisan pada suatu bungkusan coklat tanpa alamat, dari situ aku tau siapa yang menitipkannya pada pria tua berkacamata didepan pintu, "scripta manent verba volant" cukup diplomatis dan elegant, bung irfan mengirimkannya padaku tiga hari yang lalu, berisi ilham yng sedari dulu aku cari, akhirnya ada di tangan kanan, muhidin terbungkus kaku didalamnya, membuatku merasa harus berterimakasih banyak pada si pengirim, setelah berkali-kali kubongkar palasari, gramedia, gunung agung, tisera, toko buku pinggir kali, pinggir jalan bahkan area 51 dewi sartika tak kunjung kudapati ilham itu.terima kasih banyak telah tanpa sengaja bertemu muhidin di sukabumi dan berkata "untuk kantung literasi, semuanya haratis".

" buku tak bisa kau samakan dengan mie instant, yang akan mengembang setelah kau siram dengan air panas"

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © kakilangit