Suatu waktu, dengan segelas kopi hitam.

Kau masih duduk disitu tanpa bergerak sedikitpun, nafasmu yang tenang terdengar seperti suara angin, segelas kopi hitam kau biarkan tak berasap lagi, memangku cerita yang hanya kau yang tau. Dalam pikiranmu yang teramat rahasia, di kedalaman matamu yang menghanyutkan, aku begitu nyaman melihatmu dari sini, melihat bintang yang berjatuhan di atas kepala.. seakan kau titipkan mimpimu  di setiap lintasan cahaya yang tercipta, aku hanya mengikuti arahnya ke tenggara, tapi kepalamu tetap kau teggakkan, hanya sesekali garis wajahmu terlihat tegas mengisyaratkan kau takkan penah berhenti mencari dirimu yang  dulu.. ah manusia macam apa ini, yang membuatku merasa kau perhatikkan meski kau tak melihatku, mungkin dengan diam mu itu kau mengisyaratkan ingin aku lihat, manusia kumal dan tak layak masuk media yang ternyata membuatku merasa nyaman, meski kau tidak melakukan apa2…hanya ingin kau tetep disitu di sepertiga malam, tetap diam duduk dan memangku tangan, tetap kau tegakkan kepala meski tak ada lagi bintang yang mengotori langit meski tak ada lagi aku yang memperhatikanmu lagi..
Yang menjadi jarak adalah tembok itu , dibangun dari rangkaian kata2 yang menyerangmu ketika kau dijatuhkan dulu, hingga kau kini menjadi penghuni malam yang dibenci orang, doktrin telah menjadi budaya  orang2 kampung, mengecapmu sebagai manusia tanpa perasaan, acapkali kau menodong orang-orang dengan pertanyaan tanpa jawaban, retorika, berfilosofi dan membangun teori2 hidup diatas kerajaanmu sendiri, bagaimana mereka tidak kesal dengan suara mesin tik mu yang memecah malam menjadi puing-puing mimpi buruk ketika mereka gagal terlelap karena suaramu yang tak terdengar.. hanya limbah suara yg dapat membuatmu terlempar dari kampung itu. Dan kau tetap merasa benar.. padahal kita sama-sama tau, menggali jejak dalam-dalam dan menjemput krisis tak bisa kau hindarkan. Suatu hari kau akan lupa pada pemberontakanmu, ketika dulu ibumu berpesan agar jangan jadi penulis, apalagi pelawak. Kebanyakan hidupnya gak lama katanya, cepet bosan, ada saja yang harus kau lawan, meski Negara mulai diam memperlakukanmu sebagai kaum garis kiri. Bukankah dahulu pernah melekat surat QS. Al-Israa: 23-24 dalam kepalamu yang bebal?

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © kakilangit