melawan keterlambatan 2

untuk pertma kalinya saya membenci tuhan 9 cm, bukan karena telah membuat saya semacam ingin muntah atau asapnya membuat mata pedih tapi karena telah menjauhkan saya dari mahluk manis di dalam bis. dulu kami menyebutnya dengan istilah bintang jatuh, dan bung presiden menyebutnya dengan olva. kau tau bung, saya menemukan olva. sini ku kasih tau bung, tapi jangan kau sebarkan lewat media, saya alergi dengan infotainment.
kimia jiwa memang tak punya rasa sopan santun, dia datang seenak perutnya saja menghantam perasaan dan pergi tanpa pamitan, macam jelangkung saja kupikir.tapi masa bodo amat, aku di kejar waktu bung, tertatih tatih menyeret tas berat yang isinya entah apa.jika terlambat tamatlah sudah riwayat kertas seharga 75rb rupiah.baiklah, masi ada waktu dan aku telah sampai pada bagian check in bis primajasa, entah karena faktor apa, mereka kasih saya duduk di bangku no 13, kurang ajar betul, maksudnya apa ini, "mbak ada nomer lain gak? saya alergi dengan angka 13?" "wah gak bisa mas udah penuh""tuker aja mbak nanti saya kasih kalender 2012 deh""gak bisa pak, harus dengan persetujuan penumpang lain"" yaudah, tapi siapin valium dosis tinggi dan ambulan bwt jaga2 y!""tenang pak, driver kami berpengalaman menangani orang ayan dan kesurupan ko", aku berbalik dan lekas pergi menuju bis tanpa pamitan ato bilang terimakasih sama front office tadi, kurang ajar betul kupikir.
bangku di sebelahku masi kosong, entah siapa yang akan duduk disana, smoking room masih bersih dari kepulan asap, saatnya foging, maka jika ada kuisioner tentang bangku favorit di dalam bis, aku yakin buang irfan dan bung joni pasti memiliki jawaban yang sama denganku, Smoking room, ditulis dengan huruf yang tebal dan di garis bawahi dengan tinta merah dan tanda seru sebanyak tiga kali.tak boleh kurang.
bis mulai bergerak,dan aku masi enggan beranjak dari kursi belakang, biar saja tasku saja yang kusimpan di sana duduk sebentar mengambil air mineral, sebungkus light dan pergi lagi ke belakang dengan wajah yang sok dingin seperti orang yang tak butuh wanita dalam hidupnya, atau malah mempunyai selera tinggi tentang tipe wanita, tapi bukan itu alesannya, saya hanya masi kesal dikira orang penyakitan tadi. meski penguasa kursi 14 telah bersemayam disitu, wanita muda, berkerudung, dan berjaket woll biru, tak sempat ku liat wajahnya, apalagi menyapa. maklum saya orang yang menjunjung tinggi pancasila sila pertama, meskipun sedikit ber anomali.
berbatang-batang saya bakar, nikmat rasanya duduk bersama barang2 di dekat toilet. tapi saya sendirian disana, itu esensinya. membaca buku ranah tiga warna yang baru aku tukar dengan semacam uang di palasari.dan bis pun melaju sangat cepat, secepat zat asam yang keluar dari lambung, aku menderita kelaparan.
oh itu terminal 1A telah sampai, segera kumatikan lights dan turun, wanita tadi kulihat turun juga, wanita penguasa kursi 14, entah apa yang sedari tadi dia bicarakan dengan tasku di sampingnya, aku lekas turun, jika saja tasku tidak lebih berat dari berat tubuhku, mungkin aku bisa berjalan beriringan dengannya, membawakan tasnya seperti etika seorang pria sejati dalam buku tatang sutarman,meski lebih mirip seperti para porter dan berbincang-bincang basa-basi, tapi kenyataan berkata lain bung, nyatanya aku dikalahkan khayalanku sendiri, menyeret tas yang masi ku tak tau apa didalamnya, lebih mirip kuli panggul di banding seorang eksekutif muda di bandara. dia berjalan sangat cepat ke dalam gate scanner, mungkin mengejar pesawat, aku menyerah, pesawatku masih 2 jam lagi mengudara. sudah kuduga 2 jam kedepan bakal mati gaya. kulanjutkan membaca di dekat tangga, seandainya bung irfan masi jadi preman disini, mungkin aku bisa berdebat dengan dia untuk membunuh ketergantungan waktu.
setengah jam lagi bung, aku masuk gate dan check in, "mbak bisa minta duduk deket jendela?""bisa pak, tinggal yang di belakang deket toilet""gak usah". 10b, maskapai kelas ekonomi ini memang paling masuk akal bwt org2 sepertiku, meski terkadang harus di dzalimi dengan delAy yang gak kira2. masi ada waktu bwt ashar, kusempatkan memenuhi kewajibanku pada sang khaliq, bersyukur atas darah dan jantung ini yang masih berfungsi dengan baik,dan untuk kimia jiwa yang terlalu cepat datang, terlalu cepat pergi. meski air wudzu gak se gampang itu mengubah pigmentasiku yg pekat, tapi kesejukannya tak pernah hilang ditelan peradaban. aku masih hitam ternyata. masih ada waktu, dogma sebatang lagi dari bung joni begitu melekat, aku hormati engkau dengan kata-katamu yang sederhana, maka ku jentikkan api, kubakar lights, kuhisap dalam-dalam  lalu ku hembuskan ke udara "ini untukmu kawan, sebatang lagi".
entah pikiran dari mana, aku langsung mencari wanita berkerudung coklat tadi di waiting room,chemistry mengantarkanku pada kenyataan yang tak bisa aku pahami dengan akal yang sehat. tapi tak ada disana, biarlah komoditi media itu menghianatiku untuk sesaat, dan bung irfan men cap jidatku yang berkeringat dengan stempel invalid. masa bodo amat, oh itu ada bangku yang kosong, seperti memintaku untuk menindihnya, " baiklah". duduklah disitu seorang pria kurus berjenggot tipis, sunah rassul katanya, dengan celana jeans biru, berkemeja pendek hitam dan memakai sweater abu2, di topi nya ada tulisan god.inc dengan lambang "setan" pentagram didepannya, sangat modis dan elegan kupikir, converse putih yang lebih tepat di sebut dengan sepatu korban penganiayaan di pakainya, meski berkulit hitam, tapi tetap memesona , itu aku, silahkan luangkan waktu untuk muntah bung, aku tak kan marah.ranah tiga warna belum sepenuhnya ditemukan roh didalamnya, aku masi meraba-raba. meski di halaman selanjutnya ada pandangan liar ke selatan, itu dia, olva versi saya, yang sepanjang perjalanan tadi bercengkrama dengan tas ku. pandangan pertama adalah anugrah, dan yang kedua adalah laknat, itulah yang dulu di ajarkan ustadz saya ketika masi kecil. tapi saya manusia indonesia bung, yang menjunjung tinggi pancasila sila kelima, meski sedikit abnormal sekalipun. damn, itu mengingatkan saya ketika bertemu bintang jatuh dulu, ketika terpesona hanya dengan melihat cara dia mengunyah makanan di pujasera kampus, bung joni saksi hidupnya, tanya saja bila kawan tak percaya saya pernah punya moment yang yang dapat menghentikan aliran darah sesaat. kurang lebih seperti itulah situasinya. dan kembali waktu memaksa saya untuk berhenti menikmati frekuensi, berharap maskapai mendzalimi dengan mendelay pesawat, kalo boleh 3 jam sya tak akan protess.namun segalanya sesuai rencana, tak ada delay, dan darah masih mengalir. oh gusti, apa yang menjadikan mahluk itu begitu anggun berjalan, membawa backpack dan travelling bag merah beroda empat, jaketnya se paha, membirukan tubuhnya yang gemulai dengan kepala yang terbungkus aturan agama. kau begitu bercahaya dengan caramu menapakan kaki, meninggalkan puisi merah jambu di setiap jejak yang tercipta. tuhan ijinkanku mengejarnya diantara kerumunan manusia2 republik.aku berjalan cepat, seperti hendak berlari, tak lama aku berada di belakang nya menghimpun keberanian, sejenak aku telah berada di sampingnya, seperti bertahun waktu untuk berada disitu. ku tepuk lengannya " hai" di menoleh, dan tersenyum seakan sengaja membekukan mata, waktu tertahan di ujung tenggorokan, "tadi yang dari bandung itu ya?""iya, naik primajasakan?""yup betul bgt, harusnya tadi aku duduk di sebelah kamu, cuma kalah oleh tas saya euy""hi2 aya2 wae", "mu ngapain ke balikpapan?""ada kerjaan di sana""kerja ap mank?""konsultan""wah keren uy, migas jg?""bukan""tadi ngobrol apa aja ma tas ku""humm ada dehh mw tw aja, lewat tangga belakang yuk?, kamu no berapa?""yah no 10b euy,"" owh enakan lewat depan aja biar lbh cepet""yada deh, pe ktm di spinggan y?""ok".keadaan yg sangat klasik, untuk kesekian kalinya waktu menjadi tersangka utamanya, dia berlalu sangat cepat. aku duduk di tengah, mengingat apa yang telah terjadi, dan membayangkan apa yang akan terjadi nanti, ku ambil hp, lalu ku sms pak presiden, "bung, saya ketemu olva d bandara. luar biasa bung, bth keberanian berpuluh-puluh kilometer untuk dapat menyapa.. dari bandung sampai balikpapan, mudah2an ketemu lagi d sepinggan sana, oh olva" message sent, message delivery. kwok kwok (semacam ringtone sms),"otw ke borneo lg bung?, hati2 d udara bung, salam buat olva, orangnya mungkin telah selesai tapi frequensinya masi ada".lalu saya beritakan juga ke pendiri rbb,"ktm olva d bandara bung, doakan saya untuk menyapa lagi untuk kdua kali ketika landing nanti..."message sent, no delivery report, kwok kwok (suara sms masuk)," ok.. hati2 sob. ente sms td urg keur jamaah ashar d kampus. yakin kabehnu sholat jd teu khusu ngadenge ringtone sms urg hagagagaga.." , ketawa yang aneh ck ck, "maaf pak, hapenya bisa dimatikan sekarang?" itu pramugari berbaju batik nan cantik menghardik saya, "oh tidak bisa,ini bukan handphone mbak, ini remote tipi" dengan logat medok jawa ku jawab, dia hanya senyum, yang senyumnya tidak sehebat olva. klik kumatikan telpon, saatnya take off.di perjalanan tak bnyk yg bisa aku lakukan selain mencari roh r3w dan mendengarkan ipang dkk lewat ipod shufle. dan waktu berlalu tanpa ada yang istimewa di udara, semua tampak membosankan, kecuali bayangan tentang olva, tidak lebih.
biasanya saya tidak terlalu antusias menginjak tanah kalimantan, karena sudah terbayang 2 minggu kedepan, bagaimana kerasnya matahari disini, keringat di tukar dengan uang, dan muka yang gosong adalah hasilnya. setidaknya aku lebih menghargai uang disini, terasa begitu kurang ajar jika mengahamburkannya begitu saja mengingat resiko kerja yang tinggi, aku telah menjadi mesin ekonomi terbawah yang membungkus matahari dalam secarik kertas. tapi tidak untuk kali ini, ada yang berbeda di perjalanan kali ini. boeing 737 berisi manusia telah mendarat, aku lekas turun, kutunggu olva dengan jalan perlahan, di tak kunjung pula terlihat, sampai di claim bagage ku sengaja berdiri di tengah jalan, menunggu dia datang, menunggu dia mengucapkan salam, menunggu dia menyebutkan nama, menunggu dia menyerahkan contact person, menunggu. tapi tak ada, seperti tasku yang belum juga datang, tas yang membuatku iri karena dia menghabiskan waktu lebih banyak dengan dia. sampai saat tak kusadari dia telah berada di gerbang keluar, dan aku terlambat, hanya bisa melihat dia jauh dari belakang, pemandangan yang sama ketika di jakarta tadi, tak berkurang sedikitpun cahaya dari jejak yang ia tinggalkan. aku telah invalid.ingin aku tanyakan aroma tubuhnya pada tas yang aku seret, sepertinya menyenangkan. tapi entah apa pikiran orang-orang bila melihatku berbicara dengan benda mati, masa bodo amat. aku berlalu bersama kebencianku terhadap tuhan 9 cm, berharap waktu ada di pihakku ketika dia datang kembali di bandara ini. semoga saja.seperti bung irfan bilang "tapi gelombang frekuensinya belum habis, dan aku tidak menyerah untuk itu" kata2 sederhana yang meledakkan naluriku untuk menemuinya kembali nanti. "hey kamu terlalu berlebihan bung, kau terlihat lemah dengan tulisanmu ini. alay, norak, lebay apapun itu, segala hinaan aku tujukan kepadamu, kau memang payah, sudahlah ambil aku sebatang, dan bakar lagi" lights seperti berbicara dengan keras dalam pikiran, aku keluar dari khayalan dan bersahabat kembali dengan tuhan 9 cm. sebatang lagi.(to be continued)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © kakilangit